Senin, 24 Desember 2012

saat gemerlap cahaya bintang memetakan 2013

terdiam di malam-malam akhir tahun dalam keheningan yang memadati suasana adalah  salah satu dari hal yang sering saya alami di beberapa tahun terakhir ini. keheningan itu seakan menjadi ruang tersendiri bagi suara hati untuk tidak hanya bersuara saja namun juga memberi arti dalam pikiran. suara hati itu bukan hanya dengungan untuk membangkitkan neutron-neutron ingatan selama setahun lamanya tetapi suara hati itu juga berbicara tentang sebuah harapan dan semangat yang membakarnya.

mengawali tahun 2012 lalu saya kurang begitu semangat dalam menjalani kehidupan. itu tidak perlu dicontoh karena apa yang saya lakukan adalah hal-hal yang dirasa mubadzir seperti menjadi ikut pesta kembang api yang tiada manfaatnya, just spend leeway. yang harus dicontoh adalah saat saya mengawali tahun 2011 saya lalu.

saat itu saya menulis apa yang terjadi di sepanjang tahun 2010 dengan mensubbabkan setiap tulisan dalam kategori bulan dan memberikan saran perbaikan di akhir tullisan. itu adalah hal menarik yang pernah saya alami sekaligus sebuah eksplorasi diri yang mampu membangkitkan semangat untuk menjadi lebih baik meski  konsep "lebih  baik" itu  masih  tidak jelas.

saya yakin semua orang sudah tahu jika akhir tahun esensinya adalah untuk intropeksi diri, menata diri kembali, menata tujuan dan meluruskan niat untuk sebuah harapan abadi, namun pada kenyataannya tidak semudah apa yang dibicarakan. ya benar, anda tahu kenapa? karena  "hidup adalah perubahan. waktu  adalah konstanta dan kita adalah variabelnya"(diary, 27 Desember  2011)

hidup  adalah  perubahan
hidup terus bergerak. itu yang semua orang ketahui. namun tidak semua memahami. karena orang yang memahami adalah orang yang akan action!  untuk mengikuti irama pergerakan kehidupan dan  tidak semua orang melakukan hal tsb.  jika diibaratkan dalam teori "gerbong kereta-cahaya by einstein" mereka yang action! adalah cahaya yang melesat dalam gerbong tsb. dan  sebagian lainnya adalah penumpang yang diam dalam gerbong  kereta api  yang  bergerak tsb.

waktu adalah konstanta
waktu mempunyai satuan yaitu  detik, sama seperti satuan internasional  lainnya seperti panjang atau suhu. dan karena mempunyai satuan waktu juga harus mempunyai  nilai, kadang nilai itu berubah-ubah terkadang juga nilai itu konstan. namun saya yakin kita semua tahu bahwa waktu yang kta miliki ini berjalan secara konstan dan tidak akan kembali lagi. karena itu kita menjadi variabelnya.

kita adalah variabelnya
variabel  seperti   apa?  tergantung apa yang kita lakkukan dan apa yang kita pikirkan. saya pernah endengar bahwa jika anda ingin mengubah kebiasaan anda maka ubahlah perilaku anda, namun jika anda ingin merubah  hidup  anda maka ubahlah pola pikir anda. itu sebabnya mengapa kita sebenarnya menjadi variabel kehidupan kita sendiri.

berfikirlah positif, tegarlah, miliki harapan itu dalam hati yang terdalam, bangkitlah semangat dan segeralah action kembali sebelum kesempatan yang kita dapatkan hilang.

Senin, 01 Oktober 2012

Mozaik Impulsif



                                            
Ruangan yang membeku karena temaram lampu neon. Dinding yang membeku. Kusen yang membeku. Pintu dan jendela yang membeku. Lemari yang membeku. Rak buku yang membeku. Meja yang membeku. Televisi, laptop, kipas angin dan semua barang elektronik yang membeku. Mereka semua tak ubahnya lukisan malam yang kelam dan hanya akulah satu-satunya yang mengamati kebekuan mereka.
Detak jam dinding sudah lewat sepuluh malam namun temanku belum juga pulang. Sesekali suara gerbang rumah disampingku berteriak kemudian diam lagi disusul suara desau sepeda motor yang akhirnya membeku juga.
Malam ini bulan sabit mengintipku dari balik jendela dan sesekali angin mendesah membaw kedinginan malam. Seharusnya jam segini temanku sudah pulang dan istirahat di kasur empuk depanku ini, tapi tidak tahu juga, karena sebenarnya aku bukanlah apa-apa.
Clerk,
Pintu dibuka. Dia masuk ke dalam kamar kemudian meletakkan tasnya yang sedari tadi seperti terasa lebih berat dari biasanya. Setauku dia sudah biasa membawa buku-buku besar jika kemana-mana tetapi tidak untuk ini, didalam tas itu bukanlah buku!
Setelah dia meletangkan tubuhnya sebentar kemudian dia berdiri menghampiriku.
“Fach..”
Diam
Datar
Setelah itu ada suara lagi. Sekali lagi angin malam berhembus menyapa tiang listrik yang kedinginan diluar.
Huft…
Dia menghela nafas seakan ada masalah berat yang ada dipundaknya.
Sebenarnya aku ingin memberikan perhatian kepada dia. ‘kamu kenapa bro?’ atau sekedar berkata ‘sudahlah, tak perlu terlalu dipikirkan nanti jadi beban’ namun sayangnya, lagi-lagi aku tidak berhak untuk itu karena aku bukanlah apa-apa.
Tiba-tiba dia mengangkatku dan menyandarkanku pada dinding tempat tidur. Aku hanya bisa pasrah menerima nasibku yang akan terulang-ulang seperti biasa.
Dia mulai bercerita dan berkeluh kesah kepadaku. Dia memang orang aneh, curhat kepada hal yang tak akan mendengarkan ocehannya karena aku akan tetap diam sampai nanti sambil mengamati kebekuan jendela yang meneruskan cahaya bulan yang begitu indah. Dia tetap terus mencurahkan segala hal didepanku seperti karirnya sekarang yang sedang turun karena ada konflik internal, pendidikannya dan juga termasuk cintanya. Parahnya aku hanya bisa terdiam menatap mulutnya yang sedari tadi berkicau tak karuan, namun dari dia aku belajar banyak tentang sesosok manusia dengan perjalanan cita-cita dan cintanya.
“karena itu, sudah hampir satu tahun aku terus berusaha mendapatkan hatinya. Aku tak pernah berhenti mencintainya. Aku tak pernah berhenti memberi perhatian kepadanya namun hasilnya? Dia tetap seperti yang dulu, yang dulu-dulu dilakukan kepada laki-laki lain yang pernah mencintanya juga. Hatinya telah beku dan parahnya kebekuan itu juga berlaku untukku!”
Jika aku bisa bicara mungkin aku menghardiknya untuk tetap pantang menyerah tidak putus asa! Atu mungkin sekedar berkata “udah deh, kalau toh dia tetap tidak bisa mencintaimu berarti dia jelas-jelas rugi melepas kamu yang layak dicintai banyak wanita ini. Jangan nangis hanya karena cinta! Cemen kamu! Sudahlah, diluar sana masih banyak orang yang mencintaimu apa adanya” intinya aku akan terus berusaha membesarkan hatinya, melihatkan kemungkinan-kemungkinan positif dan membukakan matanya untuk melihat dunia yang begitu luas ini agar dia bisa berpikir lebih dewasa dan tidak mudah menyerah menghadapi hidup hanya karena gara-gara cinta, Hal absurd yang tak pernah aku pahami.
Aku hanya bisa diam. Membesarkan hatinya dengan kediamanku dan menerima takdirku untuk selalu mengikuti gerakannya. Mulutku hanya sepenuhnya berbicara seperti apa yang dia bicarakan dan semua anggota tubuhku mengikuti apa yang dia lakukan. Aku seperti boneka namun aku bukanlah boneka dan maksud hati itu tak pernah bisa kuucapkan dengan mulutku sendiri. Setelah puas dia mencurahkan segala keping luka dan masalahnya kepadaku, setelah air matanya telah kering hanya karena cinta yang tak berguna itu akhirnya dia lelah juga. Dia mulai menatapku tajam dan pandangan kita baradu pada satu titik dalam sebuah kornea mata yang perlahan membesar. Aku bisa merasakan syaraf-sayaraf otaknya yang menjalar begitu kuat seperti memikirkan sesuatu kemudian perlahan mengendor. Dia menundukkan kepalanya untuk merenung kemudian menatap mataku kembali menatap tubuhku ini yang selalu menjadi dia, selalu menjadi kamu atau siapapun yang ada didepanku.
Aku adalah bayangannya, bayangan kamu dan bayangan siapa da apa saja yang ada didepanku. Bagi dia aku adalah mozaik kehidupan yang selalu mengimpulsifkan sinyal-sinyal penyadaran. Aku adalah benda dan aku adalah bayangan siapa saja. Bayangan yang selalu memberikan semangat, memberikan penyadaran atau bahkan bisa menanamkan pikiran buruk kepada setiap orang yang berpikir buruk. Aku mengirimkan semua sinyal motivasi, kesadaran atau bahkan pikiran buruk itu kepada setiap orang yang sedang berpikir buruk dengan kediamanku, karena aku adalah mozaik impulsif kehidupan bagi siapa saja yang menganggapku bisa mempengaruhi pikiran manusia meski fungsi utamaku hanya untuk bercermin belaka. Aku adalah mozaik impulsif. Aku adalah bayangan semua orang dan aku hanyalah sebuah cermin besar yang ada dalam kamar itu.

Selasa, 31 Juli 2012

Kunci membuat kita agar mudah bahagia adalah tidak berharap terlalu banyak


Setelah mengalami beberapa hal yang mengecewakan dalam hidup saya, saya merasa bahwa pendapat pak dahlan iskan itu benar “untuk mencapai kebahagiaan sangatlah mudah: Jangan pasang keinginan terlalu tinggi. Jangan menaruh harapan terlalu banyak.”
Sengaja saya cuplik kalimat-kalimat beliau dari sebuah catatannya setelah menjalani operasi transpalasi liver.
“Saya sudah biasa dengan sikap untuk tidak berharap banyak pada apa pun dan pada siapa pun. Ini, menurut pendapat saya, baik. Karena akan membuat saya merasa lebih bahagia. Setidaknya tidak akan membuat saya terlalu kecewa. Bukankah bahagia dan kecewa sebenarnya bisa kita ciptakan sendiri? Orang akan merasa bahagia kalau keinginannya tercapai. Orang akan merasa kecewa kalau keinginannya tidak tercapai. Maka, ini saya, untuk mencapai kebahagiaan sangatlah mudah: Jangan pasang keinginan terlalu tinggi. Jangan menaruh harapan terlalu banyak.
Dulu pun saya hanya ingin Jawa Pos menjadi koran yang oplahnya separonya dari Surabaya Post. Tidak perlu lebih besar dari itu. Waktu itu, rasanya tidak mungkin mengejar Surabaya Post yang sudah merajalela kehebatannya. Jadi, kalau ada yang menganalisis bahwa saya punya grand design untuk membuat Jawa Pos seperti sekarang, tidaknya begitu kenyataannya. Hanya desain-desain kecil yang saya buat. Tapi, saya wujudkan dengan konstan, dengan istikamah. Saya punya prinsip semuanya sebaiknya mengalir saja seperti air. Hanya, kalau bisa, alirannya yang deras. Batu pun kadang bisa menggelundung, kalah dengan air yang deras.
Itu menangnya orang yang tidak punya cita-cita tinggi sejak awal. Hidupnya lebih fleksibel. Karena tidak punya cita-cita, kalau dalam perjalanannya menghadapi batu besar, ia akan membelok. Tapi, kalau orang berpegang teguh pada cita-cita, bertemu batu pun akan ditabrak. Iya kalau batunya yang menggelundung, lha kalau kepalanya yang pecah gimana?”
Terima kasih pak Dahlan atas buah pemikirannya. :-)